Selasa, 25 November 2008

Islam Adalah Agama Realistis, Bukan Khayalan

Islam Adalah Agama Realistis, Bukan Khayalan
[01/08/2007, 11:40:42]

Realistis, menurut Kamus Dewan Bahasa, adalah berhubungan dengan realisme atau berkaitan dengan keadaan yang sebenarnya. Realisme artinya konsep atau ajaran berdasarkan kenyataan. Itu berasal dari kata realita yang artinya sesuatu atau keadaan yang nyata (bukan khayalan). Islam adalah agama yang nyata bukan khayalan. Maksudnya, semua ajaran akidah, akhlak, dan praktek berdasarkan pada kenyataan atau realita kehidupan manusia dan tidak berdasarkan pada khayalan atau angan-angan.

Islam mendorong manusia bersikap realistis dan menempatkan sikap realistis sebagai sikap istimewa. Seperti yang dijelaskan oleh Dr Yusuf al-Qardhawi, sebagai bantahan atas salah tafsir terhadap Islam:

'Sikap realistis adalah salah satu sifat umum Islam. Islam tidak ingin menempatkan ajarannya terawang-awang di udara. Islam juga tidak menganggap manusia itu seperti malaikat tetapi sebagai makhluk yang dapat melakukan kebenaran dan kesalahan, dan manusia juga bisa istiqamah (konsisten) di jalan yang lurus dan bisa juga tersesat.'

'Islam mengakui kelemahan manusia, mengakui dalam diri manusia ada potensi kesalahan dan kejahatan. Islam mengajarkan manusia agar dapat mengatur waktu. Jadi, Islam memberi motivasi dan peringatan, mewajibkan amar maruf dan nahi mungkar, menjelaskan batas-batasan, membuka pintu taubat dan memiliki hukum tersendiri dalam menghadapi keadaan darurat.'

Islam yang berhadapan dengan tingkah prilaku manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang lari dari tingkah laku itu. Islam yang menyelesaikan permasalahan manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang lepas tangan tidak mau memberikan penyelesaian masalah. Islam yang menerima kenyataan hidup manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang menolak kenyataan hidup.

Ajaran tauhid

Islam adalah: 'Engkau mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad itu adalah pesuruh Allah, dan mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat, dan berpuasa Ramadan, dan mengerjakan haji di Baitullah apabila mampu.' (Hadis riwayat Muslim).

Melaksanakan ajaran tauhid La ilaha illallah dalam diri Muslim adalah realistis akidah. Sebab, kenyataannya memang tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah. ALLAH adalah nama Zat Yang Maha Esa, Pencipta semua makkhluk. Ini adalah pegangan realistis dan tidak diterjemahkan dengan huruf alif untuk tubuh manusia, lam untuk nyawa Muhammad, lam untuk hati Muhammad, dan ha untuk rahasia Muhammad seperti yang dikhayalkan oleh ajaran sesat.

Mendirikan sahlat lima waktu sehari semalam itulah realistis ibadah dalam menyembah Allah Ta′ala, yang menciptakan manusia dan menyiapkan segala sesuatu untuk mereka. Mengeluarkan zakat sesuai dengan kadar dan waktu yang telah ditetapkan Allah, itu adalah realistis ibadah dalam hubungan manusia dengan manusia apabila Allah memberikan kelebihan rezeki hamba-Nya dari hamba-Nya yang lain.

Puasa di bulan Ramadan itu adalah realistis ibadah dalam membentuk pribadi Muslim yang unggul untuk mengarungi kehidupannya dari tahun ke tahun yang melambangkan perjalanan hidupnya. Mengerjakan haji di Baitullah bagi yang mampu itu adalah realistis ibadah dalam persatuan, persaudaraan, dan kesetaraan umat dengan yang lain walaupun datang dari bermacam bangsa.

Kewajiban umat mengikuti dan mentaati ajaran Nabi Muhammad SAW adalah realistis agama karena kepatuhan kita kepada Alquran. Apabila kita menolaknya, azab pasti akan menimpa. Firman Allah: 'Dan (demikian juga) kaum (Nabi) Nuh, ketika mereka mendustakan rasul-rasul Kami, Kami tenggelamkan mereka, dan Kami jadikan mereka satu tanda (pengajaran yang menjadi contoh) bagi umat manusia. Kami menyediakan untuk siapa saja yang zalim azab yang pedih. Dan (demikian juga Kami telah binasakan) kaum Ad, Thamud dan Ashab al-Rassi serta masih banyak lagi dalam tempo masa yang dinyatakan tersebut. Dan Kami jadikan semuanya sebagai perumpamaan (sebagai pelajaran) dan masing-masing Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.' (QS Al-Furqan 37-39)

Menghadapi perselisihan

Secara realistis, agar hidup kita teratur dan mengikuti panduan yang digariskan Allah maka kita diwajibkan agar taat kepada Allah, Rasul, dan pemimpin. Jika ada perselihan di antara kita, kita merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman: 'Wahai orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil-Amri (orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berselisihan pedapat dalam suatu perkara, maka hendaklah kamu merujuk kepada Allah (Alquran) dan Rasul-Nya (hadist) jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu) dan lebih baik juga kesudahannya.' (QS Al-Nisa: 59)

Islam yang nyata atau realistis adalah Islam yang menghadapi prilaku manusia dengan penuh keadilan, kasih sayang, kesetaraan, kemudahan dan toleransi. Bukan menghadapinya dengan ketidakadilan, sikap benci, dendam, perbedaan taraf, kesusahan atau kesulitan dan kekerasan sebagaimana yang digambarkan Alquran mengenai diri Rasulullah sebagai pembawa Islam:

'Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (yaitu Nabi Muhammad SAW), yang turut merasakan segala kesusahan yang kamu tanggung, yang sangat menginginkan kebaikan bagi kamu, (dan) dia mencurahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang yang beriman.' (QS At-Taubah: 128) Ajaran itu mengakui kelemahan manusia -- ada potensi kesalahan serta kejahatan. (Abdurrahman Haqqi)

sumber : pasarmuslim.com/republika.co.id

Jumat, 07 November 2008

Hati yang Selamat

SALAh satu potensi paling berharga yang kita miliki, yang diberikan Allah untuk bekal hidup sebagai seorang manusia adalah hati. Segumpal daging yang dinamakan hati inilah yang membuat kita mulia atau tidak, bahagia atau sengsara. Hati yang selalu bersih, membuat hidup lebih bahagia. Tidak pernah kecewa dengan ujian, fitnah, atau iri dengki kepada orang lain. Selalu memandang jernih setiap masalah, sehingga pasti akan tenang dalam menjalani hidupnya.
Sebaliknya orang yang kotor hati, selalu tidak tenang, hatinya dipenuhi prasangka, rasa dengki, sombong. Orang seperti ini terlihat jelas dari akhlaknya yang semakin buruk. Sungguh sia-sia waktunya karena hanya sibuk memikirkan kekurangan orang lain semata.
Hati yang bersih juga akan memancar dari penampilan luarnya. Ibaratnya, hati adalah sebuah teko, dan mulut sebagai bibir tekonya. Jika sebuah teko berisi air kopi, tentu yang akan keluar dari mulut teko adalah air kopi pula. Seperti itulah gambaran hati kita, segala sesuatu yang akan dalam hati kita akan disampaikan lewat lisan. Jika hatinya bersih, pasti pembicaraaannya pun berbobot, tidak sia-sia, lisannya terjaga. Sebaliknya jika hatinya kotor, hanya kata-kata tercela dan sia-sia yang keluar dari lisannya.
Demikian pula dengan wajah, orang yang berhati bersih akan memancar dari raut muka yang berseri-seri, senyum menghiasi wajahnya. Jelas siapapun yang bergaul dengannya akan senang. Namun, sering kita lihat orang yang wajahnya muram, tidak cerah, cemberut, karena hatinya kotor. Jadi sebenarnya, penampilan luar pun dapat menjadi indikasi keadaan hati kita.
Lebih beruntung lagi, jika hati yang bersih dilengkapi pula dengan tubuh sehat terpelihara dan akal yang cerdas, yang selalu berusaha mengembangkan kemampuan dirinya. Dengan ketiga potensi ini, Allah memberikan kesempatan kepada kita memilih, apakah akan menjadi mulia atau tidak, sukses atau tidak. Tetapi yang terpenting adalah menjaga hati agar kian bersih. Orang yang cacat atau tidak cerdas sekalipun jika ia memiliki hati tyang bersih, setiap orang pasti akan senang kepadanya dan ia berpeluang mulia disisi Allah. Karena dengan hati yang bersih itu ia mampu bersabar dengan keadaannya, tidak membuatnya menderita.
Memang tidak mudah untuk menjaga hati ini, membutuhkan latihan dan kesabaran serta keistiqamahan. Serta, jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan Allah setiap saat, karena kita tidak akan mampu menata, melembutkan hati tanpa pertolongan Allah. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang gemar membersihkan hati dari segala sesuatu yang dapat mengotorinya. Aamiin. MQ – PR****(dpu online artikel)

Tawadlu

Tiada satu pun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu kepada Allah, kecuali Allah meninggikan derajatnya." (HR Muslim).

Hadis di atas menjamin ganjaran yang bakal diterima seseorang jika tawadhu. Menghilangkan kesombongan, tinggi hati, merasa hebat, dan segudang penyakit hati lainnya.Rasulullah SAW bersabda,

"Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun seberat biji sawi." (HR Abu Dawud).

Manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Pemahaman yang benar terhadap hal tersebut seharusnya tidak melahirkan orang kaya yang merasa lebih hebat dibanding lainnya. Pejabat merasa lebih terhormat ketimbang rakyat biasa, kiai merasa lebih benar daripada santrinya, atau generasi tua merasa lebih tahu ketimbang yang muda. Hadis di atas seharusnya cukup membuat kita sadar dan takut.

Shalat, puasa, zakat, haji, dan segudang amal saleh lainnya tidak menjamin kita masuk surga jika di dalam hati kita masih ada setitik kesombongan.Bahkan, pejabat setingkat presiden pun tidak berhak sombong. Hal ini dikisahkan dalam hadis riwayat Ibnu Majah. Diceritakan seseorang yang gemetar ketakutan ketika menemui Rasulullah yang dipersepsikan sebagai raja diraja.Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh hina engkau. Sesungguhnya, aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng di Makkah."

Subhanallah, betapa agungnya ketawadhuan Nabi SAW. Muhammad bin Abdullah yang seorang Nabi, kepala negara, kepala pemerintahan, raja, panglima militer, pengusaha sukses, pendidik, dan manusia yang dijamin masuk surga tidak membuatnya sombong sedikit pun. Ketawadhuan beliaulah yang patut diteladani, diikuti, dan ditiru. Seperti telah disebut dalam Alquran surat Alahzab ayat 21,

"Sesungguhnya, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang berharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

Marilah membuang jauh-jauh kesombongan dalam menjalani hidup yang singkat ini, seberapa pun hebatnya kita. Karena, sesungguhnya kekayaan, jabatan, ilmu, tubuh yang sempurna, wajah cantik, kecerdasan, dan bahkan anak istri kita adalah milik Allah yang dititipkan pada kita. Sesungguhnya, orang yang berlaku tawadhu zaman sekarang ini sangatlah sedikit. Apakah kita termasuk di antara mereka? (ah)

(Karyanto Wibowo)

Sumber:
republika.co.id

SIFAT DAN AKHLAQ RASULULLAH S.A.W

Diriwayatkan oleh Ya'kub bin al-Fasawy dari Hassan bin Ali r.a, dia berkata, "Pernah aku tanyakan kepada bapa saudaraku yang bernama Hindun bin Abi Haala kerana dia adalah seorang yang pandai sekali dalam menyifatkan tentang peribadi Rasulullah SAW, dan aku sangat senang sekali mendengarkan sifat Rasulullah SAW untuk aku jadikan bahan ingatan.

Maka katanya, "Rasulullah SAW adalah agung dan diagungkan, wajahnya berkilauan bagaikan bulan purnama, tingginya cukup (tidak pendek dan tidak jangkung), dadanya lebar (bidang), rambutnya selalu rapi dan terbelah di tengahnya, rambutnya panjang sampai pada hujung telinganya, dan berambut banyak, mukanya bergabung menjadi satu, di antara kedua alisnya ada urat yang dapat dilihat pada waktu Baginda sedang marah, hidungnya membungkuk di tengahnya dan kecil lubangnya, nampak sekali padanya cahaya, sehingga orang yang memperhatikannya mengira hidung Baginda itu tinggi (mancung). Janggutnya (jambang) lebat, bola matanya sangat hitam sekali, kedua pipinya lembut (halus), mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang, pada dadanya tumbuh bulu halus, lehernya indah seperti berkilauan saja, bentuknya sedang, agak gemuk dan gesit (lincah), antara perut dan dadanya sama (tegak), dadanya lebar, di antara dua bahunya melebar, tulangnya besar, kulitnya bersih, antara dada sampai ke pusarnya ditumbuhi bulu halus seperti garis, pada kedua teteknya dan pada perutnya tidak ada bulu, sedangkan pada kedua hastanya dan kedua bahunya dan pada dadanya ditumbuhi bulu, lengannya panjang, telapaknya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang hujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak terkena tanah apabila Baginda sedang berjalan, kedua telapak kakinya lembut (licin) tidak ada lipatan dan kerutan. Apabila berjalan derapan kakinya itu terangkat tinggi seolah-olah air yang sedang jatuh (jalannya ringan, kakinya terangkat, tetapi tidak seperti jalannya orang yang sombong), jalannya tunduk dan menunjukkan kehebatan, apabila berjalan, maka jalannya agak cepat bagaikan dia turun dari tempat yang tinggi, apabila menoleh, Baginda menolehkan seluruh badannya, matanya selalu tertunduk ke bawah, dan pandangannya sentiasa memperhatikan sesuatu dengan bersungguh-sungguh, selalu berjalan dengan para sahabatnya, dan selalu memulai dengan salam apabila Baginda berjumpa dengan sesiapa pun."

KEBIASAAN RASULULLAH SAW

Kataku selanjutnya, "Terangkanlah kepadaku tentang kebiasaannya." Maka katanya, "Keadaan peribadi Rasulullah SAW itu biasanya tampak selalu kelihatan seolah-olah selalu berfikir, tidak pernah mengecap istirehat walau sedikit pun, tidak berbicara kecuali hanya apabila perlu, sentiasa diam, selalu memulai berbicara dan menutupnya dengan sepenuh mulutnya (jelas), apabila sedang berbicara Baginda selalu memakai kalimat-kalimat yang banyak ertinya (bijaksana), pembicaraannya itu jelas tanpa berlebihan ataupun kurang, lemah lembut budi pekertinya, tidak kasar, tetapi bukannya rendah, selalu mengagungkan nikmat Allah SAW walaupun yang sekecil-kecilnya dan tidak pernah mencelaNya sedikit pun. Apabila ada orang yang memperkosa kebenaran, maka Baginda akan marah-marah dengan sangat dan tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi kemarahannya itu sampai kebenaran itu akan menang. (Dan dalam riwayat lain disebutkan, bahawa Baginda tidak pernah marah apabila berkenaan dengan urusan keduniaan, tetapi apabila ada sesuatu yang benar sedang diperkosa maka Baginda akan marah sehingga tidak akan memandang sesiapa pun juga dan tidak akan ada yang dapat menghalangi kemarahannya itu sampai kebenaran itu menang, dan tidak pernah marah kerana dirinya). Apabila Baginda sedang memberikan isyarat (menunjuk), maka Baginda mengisyaratkan dengan seluruh telapak tangannya, apabila sedang takjub pada sesuatu maka Baginda balikkan telapak tangannya, apabila Baginda sedang berbicara maka sering Baginda memukulkan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, apabila sedang marah maka sering Baginda berpaling. Apabila sedang bergembira Baginda sering tersenyum (ketawa), apabila tertawa Baginda sentiasa tersenyum saja, dan senyumannya itu serupa dengan embun yang dingin.

Maka kata Hassan berita ini aku sembunyikan dan adikku ternyata sudah lebih dahulu mengetahuinya daripadaku dan malahan dia sendiri telah bertanya pada ayahnya tentang keadaan keluar masuknya Rasulullah SAW ke majlisnya, dan bentuknya pun tidak juga ketinggalan sedikitpun jua." Kata Hasan, "Maka aku pun pernah bertanya tentang peribadi Rasullullah SAW dan dia pun menjawab, "Bahawa Rasulullah SAW apabila telah masuk ke rumahnya, Baginda membahagi waktunya menjadi tiga bahagian. Sebahagian untuk Allah SWT, sebahagian lagi untuk keluarganya dan sebahagiannya yang lain untuk dirinya sendiri. Kemudian bahagian untuk dirinya itu dibahagikan pula untuk kepentingannya sendiri dan untuk kepentingan orang lain. Baginda selalu mengutamakan kepentingan umum lebih dari kepentingan peribadinya sendiri, Baginda tidak pernah mengurangi hak mereka sedikit pun. Adapun contoh dari sirahnya berkenaan dengan kepentingan umat, adalah bahawa Baginda lebih mengutamakan orang-orang yang mulia dengan segala kesopanan dan menurut kedudukannya dalam ketakwaan. Sebahagian daripada mereka ada yang mempunyai satu kepentingan, ada pula yang mempunyai dua kepentingan, dan ada pula yang mempunyai banyak keperluan. Untuk itu Baginda menyibukkan dirinya dengan mereka dan mengatur mereka demi untuk kepentingan mereka dan sekalian umat dari urusannya tadi. Baginda sibuk dengan memberitahu kepada mereka apa yang harus dikerjakan, dengan memesankan : Hendaknya orang yang kini hadir mengkhabarkan kepada mereka yang tidak hadir, dan sampaikanlah hajatnya orang yang tidak dapat berjumpa denganku, kerana sesungguhnya barangsiapa yang menyampaikan hajatnya seseorang yang tidak mampu untuk bertemu dengan seorang pemimpin, maka Allah SWT akan menetapkan kaki orang itu kelak pada hari kiamat. Para pengunjung yang datang itu tidak keluar kecuali setelah mereka mengerti segala masalah dan dalilnya."

RASULULLAH SAW APABILA DI LUAR

Kata Hassan selanjutnya, "Kemudian aku tanyakan kepada ayahku bagaimanakah keadaan Rasulullah SAW apabila berada di luar. Maka jawabnya, "Rasulullah SAW sentiasa menjaga lidahnya kecuali hanya untuk berbicara seperlunya, apabila berbicara sentiasa berbicara dengan halus (lemah-lembut) dan tidak pernah berbicara dengan kasar terhadap mereka, dan sentiasa memuliakan terhadap orang yang terpandang (berkedudukan) dan memperingatkan orang jangan sampai ada yang bertindak menyinggung perasaannya dan perbuatannya. Kebiasaan Baginda selalu menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya, dan Baginda selalu memuji segala sesuatu yang baik dan membenci segala sesuatu yang buruk. Segala urusannya itu dibuatnya sebaik mungkin. Tidak pernah Baginda lalai atau malas, demi menjaga jangan sampai mereka melalaikan dan meremehkan. Segala sesuatu dipersiapkannya terlebih dahulu, dan tidak pernah akan meremehkan (mengecilkan) kebenaran. Orang yang paling terpandang menurut Rasulullah SAW ialah mereka yang paling baik kelakuannya, orang yang paling mulia ialah mereka yang paling banyak bernasihat (memberikan petunjuk) kepada orang lain, dan orang yang paling tinggi sekali kedudukannya ialah orang yang selalu ramah-tamah dan yang paling banyak menolong orang lain.".

RASULULLAH SAW APABILA DUDUK

Kata Hasan, "Kemudian aku tanyakan tentang duduknya Rasulullah SAW. Jawabnya, "Kebiasaan Rasulullah SAW tidak pernah duduk ataupun berdiri melainkan dengan berzikir, tidak pernah menguasai tempat duduk dan Baginda melarang seseorang untuk menguasai tempat duduk, dan apabila Baginda sampai pada tempat orang yang sedang berkumpul maka Baginda duduk di mana ada tempat terluang (tidak pernah mengusir orang lain dari tempat duduknya) dan Baginda juga menyuruh berbuat seperti itu. Baginda selalu memberikan kepuasan bagi sesiapa saja yang duduk bersama Baginda, sehingga jangan sampai ada orang yang merasa bahawa orang lain dimuliakan oleh Baginda lebih daripadanya. Apabila ada yang duduk di majlisnya, Baginda selalu bersabar sampai orang itu yang akan bangkit terlebih dahulu (tidak pernah mengusir teman duduknya). Dan apabila ada yang meminta pada Baginda sesuatu hajat maka Baginda selalu memenuhi permintaan orang itu, atau apabila tidak dapat memenuhinya Baginda selalu berkata kepada orang itu dengan perkataan yang baik. Semua orang selalu puas dengan budi pekerti Baginda sehingga mereka selalu dianggap sebagai anak Baginda dalam kebenaran dengan tidak ada perbezaan sekikit pun di antara mereka dalam pandangan Baginda. Kemudian majlis Baginda itu adalah tempatnya orang yang ramah-tamah, malu, orang sabar dan menjaga amanah, tidak pernah di majlisnya itu ada yang mengeraskan suaranya, di majlisnya itu tidak akan ada yang mencela seseorang jelek dan tidak akan ada yang menyiarkan kejahatan orang lain. Di majlisnya itu mereka selalu sama rata, yang dilebihkan hanya ketakwaan saja, mereka saling berlaku rendah diri (bertawadhu') sesama mereka, yang tua selalu dihormati dan yang muda selalu disayangi, sedangkan orang yang punya hajat lebih diutamakan (didahulukan) dan orang-orang asing (ghorib) selalu dimuliakan dan dijaga perasaannya."

RASULULLAH SAW DI TENGAH PARA SAHABAT

Kata Hassan, "Maka aku tanyakan tentang keadaannya apabila Baginda sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya. Jawabnya, "Rasulullah SAW sentiasa periang (gembira), budi pekertinya baik, sentiasa ramah-tamah, tidak kasar mahupun bengis terhadap seesorang, tidak suka berteriak-teriak, tidak suka perbuatan yang keji, tidak suka mencaci, dan tidak suka bergurau (olok-olokan), selalu melupakan apa yang tidak disukainya, dan tidak pernah menolak permintaan seseorang yang meminta. Baginda meninggalkan tiga macam perbuatan : Baginda tidak mahu mencela seseorang atau menjelekkannya, dan tidak pernah mencari-cari kesalahan seseorang, dan tidak akan berbicara kecuali yang baik saja (yang berfaedah). Namun apabila Baginda sedang berbicara maka pembicaraannya itu akan membuat orang yang ada di sisinya menjadi tunduk, seolah-olah di atas kepala mereka itu ada burung yang hinggap. Apabila Baginda sedang berbicara maka yang lain diam mendengarkan, namun apabila diam maka yang lain berbicara, tidak ada yang berani di majlisnya untuk merosakkan (memutuskan) pembicaraan Baginda. Baginda sentiasa ikut tersenyum apabila sahabatnya tersenyum (tertawa), dan ikut juga takjub (hairan) apabila mereka itu merasa takjub pada sesuatu, dan Baginda sentiasa bersabar apabila menghadapi seorang baru (asing) yang atau dalam permintaannya sebagaimana sering terjadi. Baginda bersabda, "Apabila kamu melihat ada orang yang berhajat maka tolonglah orang itu, dan Baginda tidak mahu menerima pujian orang lain kecuali dengan sepantasnya, dan Baginda tidak pernah memotong pembicaraan orang lain sampai orang itu sendiri yang berhenti dan berdiri meninggalkannya."

RASULULLAH SAW APABILA DIAM

Kata Hassan, "Selanjutnya aku tanyakan padanya bagaimanakah peribadi Rasulullah SAW apabila Baginda diam. Jawabnya, "Diamnya Rassulullah SAW terbahagi dalam empat keadaan : diam kerana berlaku santun, diam kerana selalu berhati-hati, diam untuk mempertimbangkan sesuatu dan diam kerana sedang berfikir. Adapun pertimbangannya berlaku untuk mempertimbangkan pendapat orang lain serta mendengarkan pembicaraan orang lain, sedangkan pemikirannya selalu tertuju pada segala sesuatu yang akan kekal dan sesuatu yang akan lenyap (fana'). Peribadi Rasulullah sAW sentiasa berlaku santun dan sabar dan Baginda tidak pernah membuat kemarahan seseorang dan tidak pernah membuat seseorang membencinya, dan Baginda sentiasa berlaku hati-hati dalam segala perkara; selalu suka pada kebaikan, dan berbuat sekuat tenaga untuk kepentingan dan demi kebaikan mereka itu baik di dunia mahupun kelak di akhirat." 3

Rasulullah SAW Dengan Sebiji Limau

Suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat. Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda. Cantik sungguh buahnya. Siapa yang melihat pasti terliur. Baginda menerimanya dengan senyuman gembira. Hadiah itu dimakan oleh Rasulullah SAW seulas demi seulas dengan tersenyum. Biasanya Rasulullah SAW akan makan bersama para sahabat, namun kali ini tidak. Tidak seulas pun limau itu diberikan kepada mereka. Rasulullah SAW terus makan. Setiap kali dengan senyuman, hinggalah habis semua limau itu. Kemudian wanita itu meminta diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari baginda.

Sahabat-sahabat agak hairan dengan sikap Rasulullah SAW itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah SAW menjelaskan "Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam semasa saya merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama, saya bimbang ada di antara kalian yang akan mengenyetkan mata atau memarahi wanita tersebut. Saya bimbang hatinya akan tersinggung. Sebab tu saya habiskan semuanya."

Begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda tidak akan memperkecil-kecilkan pemberian seseorang biarpun benda yang tidak baik, dan dari orang bukan Islam pula. Wanita kafir itu pulang dengan hati yang kecewa. Mengapa?. Sebenarnya dia bertujuan ingin mempermain-mainkan Rasulullah SAW dan para sahabat baginda dengan hadiah limau masam itu. Malangnya tidak berjaya. Rancangannya di'tewas'kan oleh akhlak mulia Rasulullah SAW.

~.:B@!y!n@h:.~ (forum melayu)