Selasa, 25 November 2008

Islam Adalah Agama Realistis, Bukan Khayalan

Islam Adalah Agama Realistis, Bukan Khayalan
[01/08/2007, 11:40:42]

Realistis, menurut Kamus Dewan Bahasa, adalah berhubungan dengan realisme atau berkaitan dengan keadaan yang sebenarnya. Realisme artinya konsep atau ajaran berdasarkan kenyataan. Itu berasal dari kata realita yang artinya sesuatu atau keadaan yang nyata (bukan khayalan). Islam adalah agama yang nyata bukan khayalan. Maksudnya, semua ajaran akidah, akhlak, dan praktek berdasarkan pada kenyataan atau realita kehidupan manusia dan tidak berdasarkan pada khayalan atau angan-angan.

Islam mendorong manusia bersikap realistis dan menempatkan sikap realistis sebagai sikap istimewa. Seperti yang dijelaskan oleh Dr Yusuf al-Qardhawi, sebagai bantahan atas salah tafsir terhadap Islam:

'Sikap realistis adalah salah satu sifat umum Islam. Islam tidak ingin menempatkan ajarannya terawang-awang di udara. Islam juga tidak menganggap manusia itu seperti malaikat tetapi sebagai makhluk yang dapat melakukan kebenaran dan kesalahan, dan manusia juga bisa istiqamah (konsisten) di jalan yang lurus dan bisa juga tersesat.'

'Islam mengakui kelemahan manusia, mengakui dalam diri manusia ada potensi kesalahan dan kejahatan. Islam mengajarkan manusia agar dapat mengatur waktu. Jadi, Islam memberi motivasi dan peringatan, mewajibkan amar maruf dan nahi mungkar, menjelaskan batas-batasan, membuka pintu taubat dan memiliki hukum tersendiri dalam menghadapi keadaan darurat.'

Islam yang berhadapan dengan tingkah prilaku manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang lari dari tingkah laku itu. Islam yang menyelesaikan permasalahan manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang lepas tangan tidak mau memberikan penyelesaian masalah. Islam yang menerima kenyataan hidup manusia, itulah Islam yang sebenarnya, bukan Islam yang menolak kenyataan hidup.

Ajaran tauhid

Islam adalah: 'Engkau mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad itu adalah pesuruh Allah, dan mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat, dan berpuasa Ramadan, dan mengerjakan haji di Baitullah apabila mampu.' (Hadis riwayat Muslim).

Melaksanakan ajaran tauhid La ilaha illallah dalam diri Muslim adalah realistis akidah. Sebab, kenyataannya memang tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah. ALLAH adalah nama Zat Yang Maha Esa, Pencipta semua makkhluk. Ini adalah pegangan realistis dan tidak diterjemahkan dengan huruf alif untuk tubuh manusia, lam untuk nyawa Muhammad, lam untuk hati Muhammad, dan ha untuk rahasia Muhammad seperti yang dikhayalkan oleh ajaran sesat.

Mendirikan sahlat lima waktu sehari semalam itulah realistis ibadah dalam menyembah Allah Ta′ala, yang menciptakan manusia dan menyiapkan segala sesuatu untuk mereka. Mengeluarkan zakat sesuai dengan kadar dan waktu yang telah ditetapkan Allah, itu adalah realistis ibadah dalam hubungan manusia dengan manusia apabila Allah memberikan kelebihan rezeki hamba-Nya dari hamba-Nya yang lain.

Puasa di bulan Ramadan itu adalah realistis ibadah dalam membentuk pribadi Muslim yang unggul untuk mengarungi kehidupannya dari tahun ke tahun yang melambangkan perjalanan hidupnya. Mengerjakan haji di Baitullah bagi yang mampu itu adalah realistis ibadah dalam persatuan, persaudaraan, dan kesetaraan umat dengan yang lain walaupun datang dari bermacam bangsa.

Kewajiban umat mengikuti dan mentaati ajaran Nabi Muhammad SAW adalah realistis agama karena kepatuhan kita kepada Alquran. Apabila kita menolaknya, azab pasti akan menimpa. Firman Allah: 'Dan (demikian juga) kaum (Nabi) Nuh, ketika mereka mendustakan rasul-rasul Kami, Kami tenggelamkan mereka, dan Kami jadikan mereka satu tanda (pengajaran yang menjadi contoh) bagi umat manusia. Kami menyediakan untuk siapa saja yang zalim azab yang pedih. Dan (demikian juga Kami telah binasakan) kaum Ad, Thamud dan Ashab al-Rassi serta masih banyak lagi dalam tempo masa yang dinyatakan tersebut. Dan Kami jadikan semuanya sebagai perumpamaan (sebagai pelajaran) dan masing-masing Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.' (QS Al-Furqan 37-39)

Menghadapi perselisihan

Secara realistis, agar hidup kita teratur dan mengikuti panduan yang digariskan Allah maka kita diwajibkan agar taat kepada Allah, Rasul, dan pemimpin. Jika ada perselihan di antara kita, kita merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman: 'Wahai orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil-Amri (orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berselisihan pedapat dalam suatu perkara, maka hendaklah kamu merujuk kepada Allah (Alquran) dan Rasul-Nya (hadist) jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu) dan lebih baik juga kesudahannya.' (QS Al-Nisa: 59)

Islam yang nyata atau realistis adalah Islam yang menghadapi prilaku manusia dengan penuh keadilan, kasih sayang, kesetaraan, kemudahan dan toleransi. Bukan menghadapinya dengan ketidakadilan, sikap benci, dendam, perbedaan taraf, kesusahan atau kesulitan dan kekerasan sebagaimana yang digambarkan Alquran mengenai diri Rasulullah sebagai pembawa Islam:

'Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri (yaitu Nabi Muhammad SAW), yang turut merasakan segala kesusahan yang kamu tanggung, yang sangat menginginkan kebaikan bagi kamu, (dan) dia mencurahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang yang beriman.' (QS At-Taubah: 128) Ajaran itu mengakui kelemahan manusia -- ada potensi kesalahan serta kejahatan. (Abdurrahman Haqqi)

sumber : pasarmuslim.com/republika.co.id

Tidak ada komentar: